Friday, 4 May 2018

[Fanfic] Hello, My Old Friend Chapter 03: Aku Tidak Melupakanmu



Seperti biasanya aku menunggu Tian di depan rumah untuk berangkat bersama. Sudah hampir jam masuk sekolah Tian tidak muncul dari pintu rumahnya. Hari itu aku bawakan makanan kesukaan Tian, sebenarnya bukan kesukaan juga karena Tian emang doyan makan apa saja. aku sama Tian sama kami suka makan , dulu waktu SD pernah kami menghabiskan uang saku hanya untuk makan mie ayam di dekat sekolah. Tian bilang mie-nya enak apalagi campuran kuahnya yang gurih. Aku sebal kami sama-sama makan banyak tapi cuma aku yang bertambah berat badannya. Akhirnya aku berangkat sendiri karena sudah menjelang masuk sekolah.


Sesampainya di sekolah aku melihat sepeda Tian sudah terparkir di parkiran. Betapa jengkelnya aku yang sudah menunggunya sedari tadi ternyata orangnya sudah berada di kelaas. Aku memasuki kelas yang sedang ramai sorakan anak-anak di lapangan. Aku bertanya kepada Pika apa yang sedang mereka soraki sampai lupa kalau sudah bel masuk kelas. Pika bilang Tian sedang bertanding sama kakak kelas yang merebutkan Dinda anak kelas sebelah. Aku tidak tahu siapa Dinda sampai Pika menjelaskan kalau dia Bunga sekolahan yang dikagumi banyak cowok-cowok. Sebenarnya bukan itu yang aku butuh dengar tetapi kenapa Tian ikut-ikutan merebutkan cewek itu. Tidak lama kemudian Tian masuk kelas dengan keringat di seluruh wajah dan badannya juga.

Baru kali ini aku melihat Tian terlihat geram penuh amarah di wajahnya. Sejujurnya aku ingin bertanya padanya bukan hanya apa yang barusan dia lakukan tetapi kenapa dia ga bilang kalau mau berangkat duluan. Tetapi aku urungkan niatku untuk bertanya melihat tatapan sinisnya dan seluruh badannya sudah kayak mau terbakar aja.

“Tiaan…tadi kenap….” Ucapku yang belum selesai sudah ditinggalkan Tian keluar kelas. Kemudian Pika mengajakku pergi ke kantin untuk makan. Makanan yang tadinya aku mau berikan kepada Tian gantinya aku makan sendiri dan kubagi dengan Pika. 

“kenapa kamu tadi telat??” tanya Pika sambil makan roti seribuan kesukaannya

“emang biasanya aku ga telat?” tanyaku balik 

“iya juga sih yaaa…. Kamu tau ga kayaknya Tian sama Dinda ada sesuatu deh” kata Pika sambil berbisik-bisik takut orang lain ketahuan. Setelah pertandingan yang katanya perebutan Bunga sekolah si Dinda aku jadi jarang ketemu sama Tian. Di sekolah pun dia jadi semakin mengacuhkanku padahal aku ingin bertanya apa yang terjadi antara dia dan Dinda misalnya.

Aku dengar dari Pika kalau Tian dan Adam sama-sama suka sama Dinda. Kalian tahu kuping Pika sudah kayak di setiap sudut sekolah berita apa saja pasti dia tahu. Tetapi Pika ga sadar apa ya kalau Dani suka sama dia. Dani itu sekelas sama Adam, aku tahu Dani suka sama Pika secara ga sengaja. Waktu itu aku pergi ke perpus trus diam-diam aku melihat Dani lihatin Pika yang mana Dani bawa bungkusan manis di tangannya. Setelah ketahuan Dani bilang kalau sudah suka sama Pika sejak SMP. Aku bisa lihat sih kalau mereka deket tapi yaa dasar Pika aja yang peka sama orang yang suka sama dia. Rencananya minggu ini aku sama Pika plus Dani karena aku paksain datang mau pergi bertiga. Tetapi karena aku pinter aku pura-pura batalin, nah berhubung mereka sudah beli tiket mau gamau mereka harus pergi nonton. 

“kamu mau kemana? Bukannya sudah batalin janji pergi sama temanmu tadi” tanya Mama yang melihatku keluar kamar dengan pakaian rapi

“pergi aja Ma, bosen di rumah mulu! mau ke toko buku, cari komik terbaru” kataku sambil nyelonong pergi. Tadinya aku mau menonton drama seharian tapi aku lupa kalau komik favoritku rilis hari ini. Di perjalanan aku sambil memikirkan bagaimana kencan Pika sama Dani sekarang. Mungkin Pika sih baik-baik saja tapi gatau deh gimana keringatannya Dani disamping Pika sekarang. Karena keasyikan melamunin mereka ga sengaja aku terpeleset dan jatuh dari sepeda. Semua orang yang lewat memandangiku tanpa memberi bantuan, mereka pikir aku ini tontonan gratis kali ya. 

“kamu gapapa?” tanya seseorang yang aku kenal suaranya yang berdiri disampingku lalu duduk jongkok melihat kakiku yang terluka. Siapa lagi kalau bukan Tian, aku gatau bagaimana ceritanya dia bisa sampai disini lalu melihatku yang terkapar di pinggir jalan

“kamu darimana?” tanyaku yang sambil memandanginya yang sedang mengobati kakiku yang terluka tetapi dia hanya diam saja tanpa menjawab pertanyaanku

“tadi tuh aku lagi melamunin Pika sama Dani yang lagi kencan, eeh kamu tahu ga kalau Dani tuh aslinya suka sama Pika tetapi Pika aja yang ga perasaaan. Untungnya aku pinter jadi aku temuin mereka untuk kencan bareng,,,trus aku sengaja boong sakit perut biar mereka bisa nonton bareng hahhaha” kataku yang tanpa henti namun Tian hanya bermuka datar mendengar ceritaku

“berhenti…….”kataku menjadi dingin padanya

“aku bisa jalan, aku mau pulang” lanjutku

“aku anterin, kakimu masih sakit” ucap Tian yang melihatku berjalan sempoyongan. Selama di perjalanan pulan pun Tian hanya banyak diam tidak mengatakan apapun. Padahal seharusnya dia mengatakan sesuatu yang aku harusnya tahu.

“apa ada sesuatu yang ingin kamu katakana?” tanyaku padanya sebelum membuka pintu rumah namun dia hanya menggelengkan kepalanya kemudian membuka pintu rumahnya

“Tiaan…aku gatau apa yang kamu pikirkan tapi kalau ada sesuatu kamu bisa cerita sama aku” kataku sebelum Tian memasuki rumahnya

“aku tahu setelah sekian lama kita baru bertemu sekarang akan terasa aneh kalau langsung cerita tapi…kamu lihat kan aku bisa cerita apa saja sama kamu…itupun kalau kamu ga keberatan” jelasku yang yang ditangapi diam sama Tian

Mungkin beberapa orang akan berpikir kalau aku terlalu memaksakan diriku berteman dengan Tian. Memang begitu Tian susah bagi orang lain untuk memasuki kehidupannya, sejak kecilpun dia seperti itu. Sebenarnya hanya butuh bersabar menghadapi Tian karena sesungguhnya Tian sangatlah peduli sama orang. Makanya aku sempat terkejut kalau Adam bisa dekat dengan Tian namun aku senang mendengarnya.  Pernah dulu ketika SD, Tian bertengkar hebat hanya karena seseorang menyebutku preman. Tian tidak terima mereka mengejekku lalu membalas dengan adu pukul sama mereka. Padahal bisa dibilang ketika SD cuma aku yang betah temenan sama dia. Tian memang susah diajak bicara apalagi harus bermain hal-hal yang lumrah bagi seusianya tapi kekanak-kanakan baginya.

“tapi kakiku mash sakit maaaaa….aku izin deh hari ini…” keluhku yang dipaksa pergi ke sekolah. Sebenarnya aku hanya mencari alasan saja supaya tidak masuk sekolah. Tetapi siapa yang berani melawan Mama bahkan Papa-pun tidak berani. Aku pun keluar rumah dengan menggerutu karena dipaksa pergi sekolah. Setelah membuka pintu aku melihat Tian yang sudah menungguku di depan rumah. 

“mau berangkat bareng?” katanya yang melihatku keluar dari rumah, aku bahkan tidak bisa mengatakan apa-apa karena terkejut

“kalau gamau yaudah” katanya yang kemudian beranjak pergi

“eeeeeh….mau” kataku mencegahnya yang akan pergi. Sepanjang perjalanan aku tidak berani mengatakan apa-apa karena percuma juga kalau bicara dia hanya akan diam saja. Tetapi tidak kusangka kalau dia yang memulai pembicaraan.

“Adam satu-satunya teman yang aku punya setelah kamu pergi ke Surabaya”

“kemarin dia bilang kalau suka sama Dinda”

“aku tidak mempermasalahkannya tetapi Dinda bilang suka sama aku dan aku bilang sama Adam”

“….dan sepertinya dia sedikit kecewa lalu menantangku bermain basket” ucapnya yang begitu panjang, mungkin itu adalah kalimat terpanjang yang pernah dia katakan padaku selama ini.

“jadi ini pertengkaran antara kekasih?” kataku yang membuat dia mengulangin perntanyaanku dengan bingung

“yaaah,,,kamu dan Adam! Kalian temenan dan merebutkan satu cewek yang sama” kataku yang membuatnya menyunggingkan senyumannya

“mungkin lebih tepatanya mereka yang merebutkanku” ucap Tian dengan sombongnya. Tian bilang kalau sebenarnya dia tidak masalah Dinda suka padanya atau Adam suka sama Dinda. Tian hanya tidak bisa persahabatannya akan digerus waktu karena seorang cewek.  Kalian lihat, begitulah Tian aslinya. Dia sangat peduli sama orang yang memang benar-benar penting baginya. Tian hanya tidak bisa mengatakannya dengan bahasa yang baik seperti yang orang lain harapkan.

“Yue….kamu masih ingat apa yang kamu katakana ketika akan pindah ke Surabaya?” tanya Tia yang aku tidak menjawab pertanyaannya. Aku pun bilang kalau aku lupa mengatakan apa waktu itu.

“aku tidak akan melupakanmu?? Aku akan segera balik lagi??” itu kalimat yang bisa aku tebak tetapi Tian hanya menggelengkan kepalanya

“lalu apa yang aku bilang waktu itu??” tanyaku memaksa Tian untuk mengatakannya

“kamu bilang akan menikahiku kalau sudah dewasa nanti” kata Tian yang membuat aku 

menggoyangkan sepedanya hingga kami hampir terjatuh. Aku tidak tahu itu benar-benar aku katakan atau tidak yang jelas aku senang melihat Tian tertawa setelah mengatakannya. Hari ini pertama kalinya Tian memanggil namaku setelah beberapa bulan aku pindah ke Jogja. Selama setahun aku di Jogja dan sekelas dengan Tian, tidak banyak yang berubah darinya. Masih sama dinginnya, masik cueknya dan masih tetap ganteng. Soal Dinda?? Entahlah aku tidak pernah menanyakan lagi tentang Dinda padanya yang aku yakini persahabatanya dengan Adam masih baik-baik saja. Aku memang tidak terlalu dekat dengan Adam selain dia beda kelas Tian juga tidak mengenalkanku secara pribadi padanya. Katanya aku tidak perlu teman seperti Adam jadi aku tidak perlu dekat dengannya hahahaha.

No comments:

Post a Comment