Tuesday, 11 July 2017

Fanfiction [TakeruxEmi]: I Love You Tomorrow Part 1

13 Januari 2014 aku berdiri di pinggir jembatan melihat hamparan sungai. Aku masih menikmati segarnya udara pagi sambil mendengarkan lagu di headset yang terpasang di kedua telingaku. Alunan musik Sako Tomohisa yang lengkap menemaniku menghirup udara pagi hari. Seharusnya hari ini adalah hari pertama aku masuk di sekolah baruku. Sekolah baru ?? iya aku baru pindah dari  Bandung seminggu lalu kemudian keluargaku memutuskan untuk pindah ke Yogyakarta. 

Yogyakarta tempat yang enggak asing tapi baru untukku, gimana engga aku sudah sering ke Yogyakarta tapi hanya untuk berlibur dan sekarang aku harus tinggal disini. Lingkungan baru, teman baru, tetangga baru, rumah baru dan orang-orang baru yang belum aku kenal. Sejauh ini aku hanya mengandalkan sepeda yang sudah tua berumur 8tahun yang sudah ada di rumah ini. Sepeda ini mampu menghiburku kalau hanya sekedar untuk berkeliling sekitar rumah namun sungguh indah aku tinggal di tempat yang penuh keindahan alam.

Selama seminggu disini aku sudah hafal jalan, kalau hanya sekedar untuk berkeliling kampung, mungkin aku adalah tipe orang yang susah bersosialisasi tapi untuk travelling dan melihat tempat-tempat baru itu beda lagi. Aku sangat menyukai tempat-tempat baru, di lingkungan kampungku yang kecil itu cukup mudah dan cepat untuk menghafalnya. Aku sampai hafal setiap pagi melihat gerumunan perempuan di pinggir jalan bersama seorang lelaki untuk membeli bahan masak di hari itu. 

Sepertinya aku tidak punya kerjaan sekali kan, karena berkas-berkas untuk kepindahan sekolahku belum lengkap jadinya aku belum bisa langsung mendaftar sekolah. Namun di hari yang seharusnya aku masuk sekolah, seperti yang terjadi pagi ini aku masih menikmati bersepeda melakukan apa yang kulakukan selama disini. Tidak lupa aku akan berdiri di pinggir jembatan untuk menikmati pemandangan pagi hari. Pemandangan yang selalu mengingatkanku pada Bandung, hamparan air dengan pemandangan pegunungan yang indah meskipun tak begitu jelas tapi sungguh indah sekali melihatnya. 


Bagi seseorang yang baru datang dan sangat menyukai alam sepertiku ini benar-benar pemandangan yang akan selalu indah meskipun setiap pagi terlihat sama. Hamparan air dengan pemandangan gunung nan hijau beserta cuaca  cerah merupakan lukisan alam paling indah di alam semesta ini. Akan lebih menyenangkan lagi kalau bisa menikmati pemandangan seperti in bersama seseorang.
Pagi itu tempat yang biasanya cukup sepi untuk dikunjungi banyak orang, aku mendengar seorang bernyanyi riang. Aku tidak tau berasal darimana asal suara itu, namun sungguh suasana yang indah melihat pemandangan nan indah diiringi alunan musik nan merdu. Saking penasaran aku mendongakkan kepala untuk mencari tau darimana asal suara itu , namun nihil aku mencari-cari tapi tidak ada siapa-siapa yang bernyanyi. Aku putuskan kembali kerumah, mungkin hanya khayalanku atau sesosok makhluk yang menegurku karena tidak masuk sekolah di hari pertamaku sekolah
.                                                                                             
“Selamat pagi tuan putri tercinta” 

“Aku tahu!!! Aku lupa arah ke sekolah, karena nanti juga sudah telat aku putuskan untuk berkeliling saja” balas sapaku sudah jelas sekali maksudku sapaan Ibu pagi ini, apalagi kalau bukan menanyakan ketidakhadiranku di hari pertama sekolah.

“Apa perlu Ibu antarkan ke sekolah hari ini?” 

“Tidak perlu, aku sudah mencari rute yang cepat untuk ke sekolah ya meskipu kemarin hampir tersesat” jawabku untuk pertanyaan Ibu

“Setidaknya carilah satu teman untuk menemanimu naik sepeda atau untuk menghabiskan uang saku-mu untuk mentraktir dia makan bakso” saran Ibu yang jelas-jelas menyindirku karena aku memang tidak punya teman selama ini, kalaupun ada hanya teman biasa yang sekedar mengerjakan tugas kelompok.

“Hmmmm”

Sejak SMP aku memang tidak mempunyai banyak sahabat jangankan sahabat seseorang untuk kusebut teman saja aku tidak yakin punya. Aku selalu sendiri bukan berarti aku tidak suka bersosialisasi. Namun aku hanya sulit bersosialisasi, ada beberapa orang yang mampu menghadapi seseorang sepertiku namun tidak akan bertahan lama. Beberapa mengatakan “bagaimana mungkin aku yang selalu mengajaknya bicara dulu?” atau “betapa membosankan hidupnya kalau seperti itu sikapnya”. Sejak saat itu aku memutuskan untuk berhenti, jika mereka memerlukanku mereka akan datang kalau tidak aku justru bersyukur karena itu hanya membuatku lelah.

Selama 3 tahun di SMP aku hanyalah siswa biasa yang tidak punya seseorang yang bisa diandalkan dan begitu pula sebaliknya. Berangkat sekolah, ke kantin untuk makan, ke perpustakaan kalau perlu, mengerjakan kerja kelompok sesekali dan pulang semuanya kulakukan sendiri. Awal-awal aku menjalaninya tidak masalah kemudian merasa kesepian lalu tidak masalah lagi lalu kesepian namun seiring berjalannya waktu aku mulai terbiasa sendiri dan aku takut menjadi terbiasa

“Perkenalkan aku Emi Kana, aku pindahan dari Bandung, seharusnya aku masuk hari kemarin namun aku nyasar. Mohon kerjasamanya” aku memperkenalkan diri dengan kata-kata yang aku persiapan sejak tadi pagi namun sayang mereka hanya merespon dengan teriakan

“Silahkan duduk di kursi belakang yang kosong itu Emi”

Aku pun melangkah ke kursi belakang yang ditunjuk yang memperkenalkan dirinya padaku sebagai wali kelasku. Kulihat sekeliling ruangan, ada sebagian yang asyik membaca buku, menyisir rambut, bercakap-cakap dengan teman dan yang paling mengenaskan tidur pulas di pagi hari begini.

“Kamu harus sabar menghadapi yang satu itu karena dia tepat disamping tempat dudukmu, jangan membatahnya” suara seorang gadis yang menoleh ke hadapanku 

“Masalahnya???” tanyaku balik

“Ahhh iya kamu anak baru sih, Dia itu kepala suku disini, semua sangat tunduk sama dia, hmmmm sebenarnya dia ga nakutin Cuma suka usil sama siswa baru terutama cewek. Perlu kamu tau dulu pernah ada cewek pindahan duduk dibangkumu ini, disuruh ngerjain PR-nya beliin makanan. Dia ini rajanya membully” ternag gadis yang aku sendiri belum tahu namanya dan kenapa harus menceritakan hal ga penting kepadaku

“Lalu masalahnya dimana?” aku balik tanya lagi 

“Apa kamu ga takut ?”

“Heiiiiiii…. Aku dengar semua yang kalian berdua bicarakan” saut seorang cowok yang sedari dari tidur pulas 

“Haa!! Siapa pula yang membicarakan orang yang dari tadi tidur, aaahh jangan-jangan dari tadi kamu Cuma pura-pura tidur” dua orang yang tidak aku kenal adu mulut hanya karena aku??? Yang belum mereka kenal, aku tidak akan dibully.
      
“Bagaimana sekolahnya hari ini?”


“Hmmm biasa aja Ibuku sayang , tidak perlu khawatir aku akan cari seribu teman disana dan ga akan bolos sekolah lagi. Udah yaaa aku mau mandi Ibu-ku sayang” aku tahu Ibu akan menanyakan hal itu, itu sudah menjadi kebiasaannya menanyakan hal yang sama setiap pulang sekolah atau sepulangnya dia kerja dan aku cukup lelah untuk menjawah pertanyaan itu terkadang aku hanya menjawab alakadarnya saja.

“Jangan lupa makan Kana, Ibu sudah siapkan makanan kesukaanmu hari ini. Soup Ayam dan ikan goreng”

“Iya nanti habis mandi aku makan Bu” balasku sambil jalan menuju kamar mandi

Pagi ini aku sengaja bangun pagi untuk mampir sebentar di jembatan dekat sungai yang biasanya aku datangi, hanya untuk menikmati pemandangan yaaah setidaknya untuk memulai hari yang akan membosankan di kelas. Aku berdiri menatap matahari yang tertutup pegunungan, kupejamkan mata ini menikmati udara pagi hari. Dan aku mendengarkan senandung lagu lagi pagi ini, namun aku tidak menemukan dimana dan siapa yang menyenandungkan lagu. Aku tidak menemukan siapa-siapa di sekitar jembatan, ada beberapa orang namun sangat jauh dariku dan suara itu jelas terdengar sangat dekat.
“ Selamat pagi Emi Kana” sapa seorang gadis yang menasihatiku kemarin

“Selama--------

“Oh ya kita belum kenalan yaaa, Namaku Yuna” 

“kamu agresif banget yaa” sapaku sambil manatapnya

“ahhhhahahahhahah bukan bukan tapi hanya cerewet aja, kamu masih belum kenalkan sama cowok yang aku maksud kemarin, mau aku kenalin gaa?” celotehnya tanpa henti seperti orang ga pernah nafas aja

“pelan-pelan saja ngomongnya, kamu itu ngomong apa berkumur sih” protesku sambil nyelonong pergi

“Emiiiiii Emiiiiiiii miiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii”

Hari ini hanya ada pelajaran olahraga, seharusnya aku tidak masuk saja. kegiatannya cuma bermain-main saja ga ada yang menyenangkannya. Aku pergi ke belakang sekolah mencari tempat sepi untuk membaca buku. Ternyata ada orang lain disana yang mengagetkanku.

“huwaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa~~~~~~~”

“apa sih teriak-teriak, gatau ada orang tidur apa?”

“gimana ga teriak kalau ada orang selimutan kain putih” jawabku spontan yang kaget melihat keberadaan cowok yang tidur memakai selimut putih

“ooh ini………….tadi kena sinar matahari ya aku gunain seadanya aja biar ga silau”

“kamu~~~ yang kemarin tidur di kelas kan????” tanyaku yang jelas-jelas dia adalah cowok yang dibicarakan Yuna

“aaaaaaah kamu anak baru itu ??? kenalin nama gue Takeru” jawabnya sambil menyodorkan tangan mengajakku bersalaman

“EmiiiiiEmiiii Takeru Takeruuuuuuuuuuuuuuu” aku tau itu suara siapa, suara nyaring nan cempreng itu siapa lagi kalau bukan  Arai

“Aku pergi dulu~~~~ sepertinya udah dicariiin” aku pergi pamitan tanpa mengatakan siapa namaku

“hmmmmmm~~~~~~~” jawab singkat cowok yang mempunyai senyum manis dibibirnya

“kemana aja sih ??? dicariiin Pak Santoso, kamu tau kemana perginya Takeru??”
“enggak” singkatku, karena aku tau semakin panjang aku menawab dia juga akan semakin panjang ngomongnya

Sepeda Ibu-ku memang sudah tua karena itu aku sangat hati-hati menggunakannya, tapi apa yang terjadi ketika ke parkiran sepeda-nya peyok semua.

“Sorry ini sepedamu???”

“kenapa dengan sepedanya??? Bukannya tadiiiii engga papa” tanyaku penasaran sama cowok yang berdiri didepan reruntuhan sepeda-ku

“Jadi ceritanya tadi aku mau pinjam buat fotocopy tapi karena buru-buru~~~~~

“Karena buru-buru kamu ga tau mau izin sama siapa trus karena terburu-buru kamu nabrak sesuatu jadinya sepedanya peyok semua begini?????” protesku yang menahan marah melihat sepeda yang kukendarain remuk semua

“waaaah kamu hebat banget kayak dukun ~~~~~

“gimana enggak tau kalau melihat sepeda dan barang yang kamu bawa seperti ini sudah tergambar jelas apa sebabnya” jawabku dengan nada tinggi, bahkan cowok yang menyebut namanya Takeru ini tidak merasa bersalah sama sekali

“ya ngapain tanya kalauuuuu udah tergambar jelas~~~~~”

Benar-benar cowok ini gatau betapa berharganya sepeda ini bahkan dia ga merasa bersalah sama sekali dengan jawaban-jawabannya. Dia tidak memikirkan bagaimana nantinya aku berangkat sekolah atau apa hanya sebatas itu responnya atas kesalahan yang diperbuatnya.

“Sudahlah nanti beli baru lagi, Emi”

“Bukan masalah itu Ma, apa ada orang yang seenak jidatnya dan ga merasa bersalah sama sekali sama tindakannya”

“Emiii,,,,,,,,,,,,,,,,,,”

“Iyaaaa….”jawabku singkat tanpa melihat wajah Mama

“besok Papamu pulang dari Tokyo”

“Lalu?”

“Ayo kita jemput dia di…..”

“engga bisa, aku ada pelajaran penting” bantahku yang memang enggan kalau harus bertemu dengan pria itu lagi

“tapi Emiii paling ga kita ucapin salam kembalinya dia ke Indonesia….”

“trus melihat di bersama keluarga baru-nya??? Atau aku kita harus jadi pengantar kopernya sementara dia bertemu rindu sama anak-anaknya??? Atau kita mau dibilang gatau malu lagi???”

“Maaaaaaaaaaaaa, udah cukup ma kita bertahun-tahun seperti itu, sudah cukup maa” bantahku. Sudah bertahun-tahun kami lepas dari Ayah, ketika aku masih berusia 11 tahun entah bagaimana Ayah pulang membawa anak berusia 8 tahun dan seorang istri. Sontak aku dan Mama kaget, namun seperti yang diketahui Mama dengan rela berbagi suami. Setelah berjalan  5 tahun, Mama udah enggak tahan sama keadaan rumah yang dikuasai istri muda ayah. Kemudian aku berinisiatif untuk pindah ke Jogja beberapa bulan lalu dan Mama menyetujuinya. Namun Papa tidak setuju, kalau Mama pergi berarti Mama minta cerai. Akhirnya Papa dan Mama cerai toh selama ini Papa juga lebih peduli sama istri baru-nya selama bertahun-tahun Mama selalu mendapatkan perlakuan kasar sejak Papa punya istri baru.

Pagi ini aku berangkat sekolah tanpa sepeda tau kan sepeda-nya ancur, yaaa meskipun dengna jalan kaki juga bisa cepet sampai kesekolah.

“Pagiii Emiiiiiiiiiiiiiii”

Teriakan yang sering kali kudengar dan aku cukup yakin itu suara siapa. Suara yang selalu meributkan pagi-ku suara yang menjadi radio pagi hari setiap sekolah untung saja dia tidak tau nomor teleponku kalau tahu bisa-bisa dia akan meneleponku setiap pagi. Kali ini dia tidak sendirian, dia bersama seorang yang sangat aku kenal.

“Ada apa?”

“Kamu jalan kaki yaaaaa, ya ampun kan tadi bisa bareng sekalian sama kita”

“Bareng???” tanyaku bingung

“Tadi Takeru ngajak aku bareng trus ke rumahmu eeeh kata Mama kamu, kamu-nya udah berangkat” terang Arai

“ooooooooooooooooooooohhhh”

“Takeruuuuuu, kamu mau kemana ???” teriak Yuna pada seorang cowok yang berjalan bareng denganya tadi

“Ke kelaslah udah mau masuk kali”

Terima kasih Takeru, terima kasih aku tau kamu akan melakukan hal itu. Tapi aku benar-benar ga bisa, aku takut akan menyakitiku diriku sendiri. Bukan karena aku tidak ingin berteman tapi aku takut, banyak hal yang tidak akan bisa aku ceritakan. Memang lebih baik aku sendirian seperti ini. Terlalu banyak orang di hidupku hanya akan membuatku banyak pilihan. Terima kasih Yuna sudah berusaha untuk membuka pintu hatiku. Terima kasih

“ Emi, ke kantin yuk” pinta Yuna bersama kedua temannya

“Kalian pergi saja aku bawa makanan dari rumah” ucapku yang tentu saja bohong untuk menghindari bergaul dengan mereka. Yuna pun langsung pergi setelah aku tolak makan bersama karena dia bilang sudah kelaparan. Aku keluar kelas untuk mencari udara segar dan aku mulai menikmati masa-masa sekolah disini. Tidak punya teman, tidak kenal siapapun dan tentu saja aku bebas sendirian. Aku tidak perlu berpura-pura menjadi siapapun atau melakukan basa-basi ga penting untuk memulai obrolan. Aku berdiri di atas atap melihat hamparan lampangan di bawah yang dipenuhi para siswa sedang istirahat. Ketika aku memejamkan mata, aku mendengar ada petikan gitar dan lagu yang tidak terdengar liriknya dengan jelas. Aku mulai menikmatinya tetapi aku merasa lagunya tidak asing bagiku seperti alunan gitar yang kudengar di jembatan waktu itu. Aku mulai mencari-cari dari mana asal suara itu di sekitar atap.

“jadii……kamu yang selama ini nyanyi lagu ini?” kataku membuat terkejut cowok yang seketika berhenti memainkan gitarnya

“Woooiiiii…elu bikin kaget gue aja, Assalamualaikum kek kalau mau kagetin orang” katanya yang kaget dengan suaraku

“Assalamualaikum….jadi, kamu yang selama ini memainkan lagu ini” ucapku membalas ucapannya
“gilaaa yaaa…. Udah telat kalau bilang sekarang..bikin kaget aja, ini jantung gue jadi deg-deg-an lihat elu bukan karena terpesona tapi mau mati rasanya” celotehnya yang masih tidak terima aku kagetin

“maaf…aku gatau kalau bikin kamu kaget” ucapku pelan meredam amarahnya yang kemudian dia berlalu pergi. Aku berusaha untuk menghentikannya karena aku masih penasaran apa benar dia yang menyanyi di jembatan waktu itu tetapi dia langsung pergi meninggalkan atap. Aku pulang ditemani Yuna yang dari tadi berisik ingin pulang bareng. Aku sangat risih berada di dekatnya yang ga pernah berhenti bicara membuat telingaku panas saja. Tetapi aku heran bagaimana dia bisa bertahan aku cuekin seperti ini. Yuna bilang kalau Takeru itu pemain basket yang ga hanya cakep tapi juga pinter dibidang akademis. Aku langsung berpikir betapa sempurnanya dia.

“tapi sayang…kelakuannya berkebalikan sama prestasinya. Dia mungkin pinter segalanya tapi kalau masalah teman dia tuh kosooong, Cuma gua dan Andra yang betah temenan sama dia” celoteh Yuna yang bahkan menceritakan tentang Andra yang aku sendiri belum kenal siapa dia

“oooh iyaa.. kamu belum kenal Andra kan, dia itu temannya Takeru sejak kecil tapi sekarang lagi lomba sains di Jepang mungkin minggu depan dia bakalan balik” lanjutnya menceritakan betapa bangganya dia sama Andra

“sepertinya kamu punya teman-teman yang sempurna….tapi kamu kok beda sendiri” kataku menyindir Yuna yang selalu mendapat nilai kecil di kelas

“aaahhhh soal itu sih namanya juga hidup harus seimbang” ucapnya yang sambil tertawa

“apa Takeru bisa main gitar?” tanyaku masih penasaran dengan orang yang nyanyi di jembatan

“hmmm…..sepertinyaaa…tapi aku belum pernah melihat dia main cuma seirng bawa aja” balasnya yang kemudian berjalan di depanku. Aku justru bagaimana bisa Yuna teman dekatnya Takeru sedangkan dia gatau Takeru sama sekali yang aku lihat cuma pertengkaran mereka saja setiap bertemu. Aku rasa Yuna orang seperti Yuna adalah orang yang paling lemah yang pernah aku temui bukan karena dia payah dalam berbagai hal tapi karena dia selalu berusaha mendekati orang agar dia tidak merasa kesepian.

Aku berjalan pulang sendiri karena rumah Yuna sebenarnya dekat dengan sekolah tapi entahlah dia selalu mondar-mandir kemana-mana sebelum sampai rumah. Katanya sih kalau sudah sampai kandang (rumah) tuannya (orang tuanya) sulit untuk keluar kandang lagi. Kadang aku heran sendiri rasa kasihanku pada Yuna tidak hanya karena dia lemah tapi juga sangat lemah menghadapi kedua orang tuanya. Aku tidak tahu bagaiman reaksi Yuna ketika dia tahu betapa bencinya aku kepada Ayahku sendiri sedangkan dia selalu membanggakan Ayahnya meskipun sangat strict padanya. 

Sebenarnya aku tidak terlalu membenci Papa karena dia selingkuh dari Mama. Karena semakin aku dewasa aku sadar Papa juga sama menderitanya selama ini. Aku cuma sedih ketika Papa tidak membiarkan salah dari kami mundur, Papa terlalu serakah ingin memiliki dua istri sementara dia tidak bisa berlaku adil. Sejak Mama tahu bahwa Papa punya istri lain, Mama ingin keluar dari rumah tapi Papa selalu menahannya.

“Maaahh….aku pulang” kataku sesampainya di rumah. Aku mencari keberadaan Mama di dapur tempat biasanya dia akan menunggu sambil menyiapkan makanan untukku. Tetapi kali ini aku tidak melihat keberadaannya, ahhh aku pikir dia sedan menonton televisi di ruang tamu. Aku sangat tahu Mama selalu menonton acara masak TV Luar. Aku bahkan ingat bagaimana Mama pernah menonton sambil mempraktekkannya dan tentu saja hanya berakhir gosong. Dulu Mama ingin memasak makanan barat karena Papa pernah memuji Istri Mudanya  yang memasak makanan barat.

Tapi apa yang aku lihat di ruang tamu seorang pria yang pernah aku kenal dan ingin aku lupakan. Dia bersama seorang wanita yang sekarang sudah memiliki keriput dan 2 anak yang beranjak remaja. Jujur saja hancur hatiku melihatnya aku ingin sekali memutar waktu untuk menerima tawaran Yuna mampir ke rumahnya atau ikut dia jalan-jalan. Mama duduk diantara kedua anak yang sudah beranjak dewasa lalu mereka memanggilku kakak. Sejak kapan aku punya adik yang begitu akrab dengan Mamaku. Aku sepertinya cemburu Mama mampu berdamai dengan masa lalu sedangkan aku masih berkutat dengan masa lalu.

“aku mau keluar dulu, ada barangku ketinggalan di rumah temanku” kataku mencoba menahan amarah yang sudah mengalir deras

“kamu gamau duduk dan memberi salam Papamu dulu Kana?? Ini kedua adikmu juga sudah menunggumu katanya mereka kangen sama kamu lama ga ketemu. Tante Rena juga bawain kamu oleh-oleh dari Jepang” terang Mama yang aku tahu mencoba untuk menahanku pergi. Persetan dengan mereka aku tidak butuh Papa, adik atau oleh-oleh dari mereka batinku yang tak mampu kuungkapkan lewat kata-kata. Aku tidak menjawab ucapan Mama dan hanya langsung meninggalkan mereka di ruang tamu, rasanya aku sudah sesak nafas terlalu lama berada disana.

Aku berjalan ke jembatan yang sering aku lewati pulang sekolah, entah perasaanku atau apa ada seseorang yang mengikutiku. Ku teruskan jalan lalu duduk disalah satu kursi berwarna cokelat kusam yanga ku rasa sudah lama jauh dari kata pemelirahaan sama pemerintah. Kemudian ada seorang pria duduk disampingkan yang ku kenal.

“kamu senang tinggal di Jogja” ucapnya yang membuatku menatap matanya, jujur aku sangat merindukan senyumannya ini.

“dulu aku dan Mamamu sering berlibur kesini, kamu pernah memikirkan untuk tinggal disini bersama kamu…iya kita bertiga” katanya yang hanya kudiamkan sambil menundukkan kepala

“Maaf…. Papa yang salah, Papa tidak akan menjelaskan kenapa dan bagaimana. Semua salah Papa, kalau saja waktu itu Papa tidak serakah pada dunia kita bertiga akan bahagia” katanya yang membuatku tersentak 

“Tentu saja Papa sekarang bahagia, Papa tidak akan mengganggu dengan ini dan itu. Kamu sudah dewasa, Papa hanya ingin mengatakan kalau semua salah Papa dan Papa tidak akan memintamu untuk memaafkan Papa” jelasnya yang membuatku tidak tahu harus berkata apalagi. Sejujurnya aku sudah memaafkan Papa, seperti yang aku bilang kalau aku sadar kesalahan tidak sepenuhnya milik Papa tetapi aku belum bisa melupakan masa lalu yang terus menghantuiku. Papa yang dulu membentak Mama atau Istrinya yang menururku sok baik padaku. Tetapi aku juga sadar aku tidak bisa selamanya seperti ini setidaknya aku memberi kesempatan kepada Papa, sudah bertahun-tahun aku dendam kepada masa lalu. Kali ini Papa dengan jantan mengakui kesalahannya aku yang harus memutuskan memberinya kesempatan lagi atau tidak.

“aku tidak tahu…. Tapi terima kasih sudah bicara padaku” kataku yang sejujurnya ingin sekali aku berterima kasih dan memeluk Papa karena sudah menjelaskannya padaku. Mungkin ini terlalu gampang aku menyelesaikan masalah tetapi kalau aku tidak mencobanya sekarang entah kapan hubunganku dengan Papa akan membaik. Aku sudah menolak segala aksesnya untuk berbaikan padaku mulai dari tidak mengangkat teleponnya, undangan makannya atau bahkan ajakannya untuk berlibur bersama. Setelah aku mengeluarkan kalimat pertamaku Papa langsung datang dan tersenyum padaku kalau dia sangat senang aku sudah tumbuh dewasa. Aku juga mengatakan kalau mungkin aku sudah berbaikan dengan Papa tapi butuh waktu untuk menerima Istri dan kedua anaknya kembali lagi dalam kehidupanku. Papa meninggalkanku sendirian karena dia tahu masih belum nyaman kalau bertemu dengan istri dan kedua anaknya.

“kamu ga nangis??” ucap seseorang yang tiba-tiba muncul dari balik semak-semak

“HAAAA??? Kamu ngapain disini?” tanyaku yang kaget melihat Takeru membawa gitar berwarna cokelat yang ditempeli stiker ONE OK ROCK bang favoritku

“ga sengaja nguping” katanya singkat sambil memandangi gitarnya yang tidak dia mainkan

“Apaaaa???? Kamu denger semua pembicaraan tadi? Kamu denger apa saja tadi? Dasaaarrr…” kataku yang membuatku males melihat Takeru yang sedang mulai memainkan music yang biasa aku dengarkan setiap berada di jembatan. Yaaa…pertanyaanku sekarang sudah terjawab ternyata selama ini yang menyanyi dan bermain gitar adalah Takeru. Aku sangat mengaguminya tetapi setelah yang menyanyi adalah Takeru niatku ingin memujinya berkurang dratis. Sepertinya dia tidak peduli menguping pembicaraan orang lain buktinya dengan asik dia bernyanyi dan memainkan gitarnya. Betapa menyebalkannya dia menyanyikan lagu yang teramat aku sukai , astaga rasanya aku ingin memukul kepalanya. Aku gatau otak Takeru terbuat dari apa, sepertinya dia juga lupa kalau pernah merusakkan sepeda sampai aku ga bisa memakainya lagi dan sekarang menguping pembicaraanku dengan Papa.

I'm telling you
I softly whisper
Tonight tonight
You are my angel
Aishiteru yo
Futari wa hitotsu ni
Tonight tonight
I just say…
Wherever you are, I'll always make you smile
Wherever you are, I'm always by your sidea
Whatever you say, kimi wo omou kimochi
I promise you "forever" right now
I don't need a reason
I just want you baby
Alright alright
Day after day

 “Aku suka kamu” katanya setelah menyanyikan lagu yang aku sukaiyang tentu saja membuatkun terkejut. Oke sepertinya otak Takeru habis kejedot pintu kamar mandi lalu nabrak ibu-ibu bawa motor yang membuatnya jadi eror begini. Kalaupun dia mau menyatakan cinta kepadaku kenapa harus mendadak begini, sepertinya otakku juga eror karena berharap padanya. Meskipun aku jarang bicara padanya tapi aku akui memang kagum padanya tapi sepertinya sebatas itu saja perasaanku. Sekarang dia bilang suka padaku aku harus gimana.



No comments:

Post a Comment