13
Januari 2014 aku berdiri di pinggir jembatan melihat hamparan sungai. Aku masih
menikmati segarnya udara pagi sambil mendengarkan lagu di headset yang
terpasang di kedua telingaku. Alunan musik Sako Tomohisa yang lengkap
menemaniku menghirup udara pagi hari. Seharusnya hari ini adalah hari pertama
aku masuk di sekolah baruku. Sekolah baru ?? iya aku baru pindah dari Bandung seminggu lalu kemudian keluargaku
memutuskan untuk pindah ke Yogyakarta.
Yogyakarta
tempat yang enggak asing tapi baru untukku, gimana engga aku sudah sering ke
Yogyakarta tapi hanya untuk berlibur dan sekarang aku harus tinggal disini.
Lingkungan baru, teman baru, tetangga baru, rumah baru dan orang-orang baru
yang belum aku kenal. Sejauh ini aku hanya mengandalkan sepeda yang sudah tua
berumur 8tahun yang sudah ada di rumah ini. Sepeda ini mampu menghiburku kalau
hanya sekedar untuk berkeliling sekitar rumah namun sungguh indah aku tinggal
di tempat yang penuh keindahan alam.
Selama
seminggu disini aku sudah hafal jalan, kalau hanya sekedar untuk berkeliling
kampung, mungkin aku adalah tipe orang yang susah bersosialisasi tapi untuk
travelling dan melihat tempat-tempat baru itu beda lagi. Aku sangat menyukai
tempat-tempat baru, di lingkungan kampungku yang kecil itu cukup mudah dan cepat
untuk menghafalnya. Aku sampai hafal setiap pagi melihat gerumunan perempuan di
pinggir jalan bersama seorang lelaki untuk membeli bahan masak di hari itu.
Sepertinya
aku tidak punya kerjaan sekali kan, karena berkas-berkas untuk kepindahan
sekolahku belum lengkap jadinya aku belum bisa langsung mendaftar sekolah.
Namun di hari yang seharusnya aku masuk sekolah, seperti yang terjadi pagi ini
aku masih menikmati bersepeda melakukan apa yang kulakukan selama disini. Tidak
lupa aku akan berdiri di pinggir jembatan untuk menikmati pemandangan pagi
hari. Pemandangan yang selalu mengingatkanku pada Bandung, hamparan air dengan
pemandangan pegunungan yang indah meskipun tak begitu jelas tapi sungguh indah
sekali melihatnya.
Bagi
seseorang yang baru datang dan sangat menyukai alam sepertiku ini benar-benar
pemandangan yang akan selalu indah meskipun setiap pagi terlihat sama. Hamparan
air dengan pemandangan gunung nan hijau beserta cuaca cerah merupakan lukisan alam paling indah di
alam semesta ini. Akan lebih menyenangkan lagi kalau bisa menikmati pemandangan
seperti in bersama seseorang.
Pagi
itu tempat yang biasanya cukup sepi untuk dikunjungi banyak orang, aku mendengar
seorang bernyanyi riang. Aku tidak tau berasal darimana asal suara itu, namun
sungguh suasana yang indah melihat pemandangan nan indah diiringi alunan musik
nan merdu. Saking penasaran aku mendongakkan kepala untuk mencari tau darimana
asal suara itu , namun nihil aku mencari-cari tapi tidak ada siapa-siapa yang
bernyanyi. Aku putuskan kembali kerumah, mungkin hanya khayalanku atau sesosok
makhluk yang menegurku karena tidak masuk sekolah di hari pertamaku sekolah
.
“Selamat
pagi tuan putri tercinta”
“Aku
tahu!!! Aku lupa arah ke sekolah, karena nanti juga sudah telat aku putuskan
untuk berkeliling saja” balas sapaku sudah jelas sekali maksudku sapaan Ibu
pagi ini, apalagi kalau bukan menanyakan ketidakhadiranku di hari pertama
sekolah.
“Apa
perlu Ibu antarkan ke sekolah hari ini?”
“Tidak
perlu, aku sudah mencari rute yang cepat untuk ke sekolah ya meskipu kemarin
hampir tersesat” jawabku untuk pertanyaan Ibu
“Setidaknya
carilah satu teman untuk menemanimu naik sepeda atau untuk menghabiskan uang
saku-mu untuk mentraktir dia makan bakso” saran Ibu yang jelas-jelas
menyindirku karena aku memang tidak punya teman selama ini, kalaupun ada hanya
teman biasa yang sekedar mengerjakan tugas kelompok.
“Hmmmm”
Sejak SMP aku memang tidak mempunyai
banyak sahabat jangankan sahabat seseorang untuk kusebut teman saja aku tidak
yakin punya. Aku selalu sendiri bukan berarti aku tidak suka bersosialisasi.
Namun aku hanya sulit bersosialisasi, ada beberapa orang yang mampu menghadapi
seseorang sepertiku namun tidak akan bertahan lama. Beberapa mengatakan “bagaimana mungkin aku yang selalu
mengajaknya bicara dulu?” atau “betapa
membosankan hidupnya kalau seperti itu sikapnya”. Sejak saat itu aku
memutuskan untuk berhenti, jika mereka memerlukanku mereka akan datang kalau
tidak aku justru bersyukur karena itu hanya membuatku lelah.
Selama 3 tahun di SMP aku hanyalah siswa
biasa yang tidak punya seseorang yang bisa diandalkan dan begitu pula
sebaliknya. Berangkat sekolah, ke kantin untuk makan, ke perpustakaan kalau
perlu, mengerjakan kerja kelompok sesekali dan pulang semuanya kulakukan
sendiri. Awal-awal aku menjalaninya tidak masalah kemudian merasa kesepian lalu
tidak masalah lagi lalu kesepian namun seiring berjalannya waktu aku mulai terbiasa sendiri dan aku takut
menjadi terbiasa.
“Perkenalkan
aku Emi Kana, aku pindahan dari Bandung, seharusnya aku masuk hari kemarin
namun aku nyasar. Mohon kerjasamanya” aku memperkenalkan diri dengan kata-kata
yang aku persiapan sejak tadi pagi namun sayang mereka hanya merespon dengan
teriakan
“Silahkan
duduk di kursi belakang yang kosong itu Emi”
Aku
pun melangkah ke kursi belakang yang ditunjuk yang memperkenalkan dirinya
padaku sebagai wali kelasku. Kulihat sekeliling ruangan, ada sebagian yang
asyik membaca buku, menyisir rambut, bercakap-cakap dengan teman dan yang
paling mengenaskan tidur pulas di pagi hari begini.
“Kamu
harus sabar menghadapi yang satu itu karena dia tepat disamping tempat dudukmu,
jangan membatahnya” suara seorang gadis yang menoleh ke hadapanku
“Masalahnya???”
tanyaku balik
“Ahhh
iya kamu anak baru sih, Dia itu kepala suku disini, semua sangat tunduk sama
dia, hmmmm sebenarnya dia ga nakutin Cuma suka usil sama siswa baru terutama
cewek. Perlu kamu tau dulu pernah ada cewek pindahan duduk dibangkumu ini,
disuruh ngerjain PR-nya beliin makanan. Dia ini rajanya membully” ternag gadis
yang aku sendiri belum tahu namanya dan kenapa harus menceritakan hal ga
penting kepadaku
“Lalu
masalahnya dimana?” aku balik tanya lagi
“Apa
kamu ga takut ?”
“Heiiiiiii….
Aku dengar semua yang kalian berdua bicarakan” saut seorang cowok yang sedari
dari tidur pulas
“Haa!!
Siapa pula yang membicarakan orang yang dari tadi tidur, aaahh jangan-jangan
dari tadi kamu Cuma pura-pura tidur” dua orang yang tidak aku kenal adu mulut
hanya karena aku??? Yang belum mereka kenal, aku tidak akan dibully.
“Bagaimana
sekolahnya hari ini?”
“Hmmm
biasa aja Ibuku sayang , tidak perlu khawatir aku akan cari seribu teman disana
dan ga akan bolos sekolah lagi. Udah yaaa aku mau mandi Ibu-ku sayang” aku tahu
Ibu akan menanyakan hal itu, itu sudah menjadi kebiasaannya menanyakan hal yang
sama setiap pulang sekolah atau sepulangnya dia kerja dan aku cukup lelah untuk
menjawah pertanyaan itu terkadang aku hanya menjawab alakadarnya saja.
“Jangan
lupa makan Kana, Ibu sudah siapkan makanan kesukaanmu hari ini. Soup Ayam dan
ikan goreng”
“Iya
nanti habis mandi aku makan Bu” balasku sambil jalan menuju kamar mandi
Pagi ini aku sengaja bangun pagi untuk
mampir sebentar di jembatan dekat sungai yang biasanya aku datangi, hanya untuk
menikmati pemandangan yaaah setidaknya untuk memulai hari yang akan membosankan
di kelas. Aku berdiri menatap matahari yang tertutup pegunungan, kupejamkan
mata ini menikmati udara pagi hari. Dan aku mendengarkan senandung lagu lagi
pagi ini, namun aku tidak menemukan dimana dan siapa yang menyenandungkan lagu.
Aku tidak menemukan siapa-siapa di sekitar jembatan, ada beberapa orang namun
sangat jauh dariku dan suara itu jelas terdengar sangat dekat.
“
Selamat pagi Emi Kana” sapa seorang gadis yang menasihatiku kemarin
“Selama--------
“Oh
ya kita belum kenalan yaaa, Namaku Yuna”
“kamu
agresif banget yaa” sapaku sambil manatapnya
“ahhhhahahahhahah
bukan bukan tapi hanya cerewet aja, kamu masih belum kenalkan sama cowok yang
aku maksud kemarin, mau aku kenalin gaa?” celotehnya tanpa henti seperti orang
ga pernah nafas aja
“pelan-pelan
saja ngomongnya, kamu itu ngomong apa berkumur sih” protesku sambil nyelonong
pergi
“Emiiiiii
Emiiiiiiii miiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii”
Hari
ini hanya ada pelajaran olahraga, seharusnya aku tidak masuk saja. kegiatannya cuma
bermain-main saja ga ada yang menyenangkannya. Aku pergi ke belakang sekolah
mencari tempat sepi untuk membaca buku. Ternyata ada orang lain disana yang
mengagetkanku.
“huwaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa~~~~~~~”
“apa
sih teriak-teriak, gatau ada orang tidur apa?”
“gimana
ga teriak kalau ada orang selimutan kain putih” jawabku spontan yang kaget
melihat keberadaan cowok yang tidur memakai selimut putih
“ooh
ini………….tadi kena sinar matahari ya aku gunain seadanya aja biar ga silau”
“kamu~~~
yang kemarin tidur di kelas kan????” tanyaku yang jelas-jelas dia adalah cowok
yang dibicarakan Yuna
“aaaaaaah
kamu anak baru itu ??? kenalin nama gue Takeru” jawabnya sambil menyodorkan
tangan mengajakku bersalaman
“EmiiiiiEmiiii
Takeru Takeruuuuuuuuuuuuuuu” aku tau itu suara siapa, suara nyaring nan
cempreng itu siapa lagi kalau bukan Arai
“Aku
pergi dulu~~~~ sepertinya udah dicariiin” aku pergi pamitan tanpa mengatakan
siapa namaku
“hmmmmmm~~~~~~~”
jawab singkat cowok yang mempunyai senyum manis dibibirnya
“kemana
aja sih ??? dicariiin Pak Santoso, kamu tau kemana perginya Takeru??”
“enggak”
singkatku, karena aku tau semakin panjang aku menawab dia juga akan semakin
panjang ngomongnya
Sepeda
Ibu-ku memang sudah tua karena itu aku sangat hati-hati menggunakannya, tapi
apa yang terjadi ketika ke parkiran sepeda-nya peyok semua.
“Sorry
ini sepedamu???”
“kenapa
dengan sepedanya??? Bukannya tadiiiii engga papa” tanyaku penasaran sama cowok
yang berdiri didepan reruntuhan sepeda-ku
“Jadi
ceritanya tadi aku mau pinjam buat fotocopy tapi karena buru-buru~~~~~
“Karena
buru-buru kamu ga tau mau izin sama siapa trus karena terburu-buru kamu nabrak
sesuatu jadinya sepedanya peyok semua begini?????” protesku yang menahan marah
melihat sepeda yang kukendarain remuk semua
“waaaah
kamu hebat banget kayak dukun ~~~~~
“gimana
enggak tau kalau melihat sepeda dan barang yang kamu bawa seperti ini sudah
tergambar jelas apa sebabnya” jawabku dengan nada tinggi, bahkan cowok yang
menyebut namanya Takeru ini tidak merasa bersalah sama sekali
“ya
ngapain tanya kalauuuuu udah tergambar jelas~~~~~”
Benar-benar
cowok ini gatau betapa berharganya sepeda ini bahkan dia ga merasa bersalah
sama sekali dengan jawaban-jawabannya. Dia tidak memikirkan bagaimana nantinya
aku berangkat sekolah atau apa hanya sebatas itu responnya atas kesalahan yang
diperbuatnya.
“Sudahlah
nanti beli baru lagi, Emi”
“Bukan
masalah itu Ma, apa ada orang yang seenak jidatnya dan ga merasa bersalah sama
sekali sama tindakannya”
“Emiii,,,,,,,,,,,,,,,,,,”
“Iyaaaa….”jawabku
singkat tanpa melihat wajah Mama
“besok
Papamu pulang dari Tokyo”
“Lalu?”
“Ayo
kita jemput dia di…..”
“engga
bisa, aku ada pelajaran penting” bantahku yang memang enggan kalau harus
bertemu dengan pria itu lagi
“tapi
Emiii paling ga kita ucapin salam kembalinya dia ke Indonesia….”
“trus
melihat di bersama keluarga baru-nya??? Atau aku kita harus jadi pengantar kopernya
sementara dia bertemu rindu sama anak-anaknya??? Atau kita mau dibilang gatau
malu lagi???”
“Maaaaaaaaaaaaa,
udah cukup ma kita bertahun-tahun seperti itu, sudah cukup maa” bantahku. Sudah
bertahun-tahun kami lepas dari Ayah, ketika aku masih berusia 11 tahun entah
bagaimana Ayah pulang membawa anak berusia 8 tahun dan seorang istri. Sontak
aku dan Mama kaget, namun seperti yang diketahui Mama dengan rela berbagi
suami. Setelah berjalan 5 tahun, Mama
udah enggak tahan sama keadaan rumah yang dikuasai istri muda ayah. Kemudian
aku berinisiatif untuk pindah ke Jogja beberapa bulan lalu dan Mama
menyetujuinya. Namun Papa tidak setuju, kalau Mama pergi berarti Mama minta
cerai. Akhirnya Papa dan Mama cerai toh selama ini Papa juga lebih peduli sama
istri baru-nya selama bertahun-tahun Mama selalu mendapatkan perlakuan kasar
sejak Papa punya istri baru.
Pagi
ini aku berangkat sekolah tanpa sepeda tau kan sepeda-nya ancur, yaaa meskipun
dengna jalan kaki juga bisa cepet sampai kesekolah.
“Pagiii
Emiiiiiiiiiiiiiii”
Teriakan
yang sering kali kudengar dan aku cukup yakin itu suara siapa. Suara yang
selalu meributkan pagi-ku suara yang menjadi radio pagi hari setiap sekolah
untung saja dia tidak tau nomor teleponku kalau tahu bisa-bisa dia akan
meneleponku setiap pagi. Kali ini dia tidak sendirian, dia bersama seorang yang
sangat aku kenal.
“Ada
apa?”
“Kamu
jalan kaki yaaaaa, ya ampun kan tadi bisa bareng sekalian sama kita”
“Bareng???”
tanyaku bingung
“Tadi
Takeru ngajak aku bareng trus ke rumahmu eeeh kata Mama kamu, kamu-nya udah
berangkat” terang Arai
“ooooooooooooooooooooohhhh”
“Takeruuuuuu,
kamu mau kemana ???” teriak Yuna pada seorang cowok yang berjalan bareng
denganya tadi
“Ke
kelaslah udah mau masuk kali”
Terima
kasih Takeru, terima kasih aku tau kamu akan melakukan hal itu. Tapi aku
benar-benar ga bisa, aku takut akan menyakitiku diriku sendiri. Bukan karena
aku tidak ingin berteman tapi aku takut, banyak hal yang tidak akan bisa aku
ceritakan. Memang lebih baik aku sendirian seperti ini. Terlalu banyak orang di
hidupku hanya akan membuatku banyak pilihan. Terima kasih Yuna sudah berusaha
untuk membuka pintu hatiku. Terima kasih
“
Emi, ke kantin yuk” pinta Yuna bersama kedua temannya
“Kalian
pergi saja aku bawa makanan dari rumah” ucapku yang tentu saja bohong untuk
menghindari bergaul dengan mereka. Yuna pun langsung pergi setelah aku tolak
makan bersama karena dia bilang sudah kelaparan. Aku keluar kelas untuk mencari
udara segar dan aku mulai menikmati masa-masa sekolah disini. Tidak punya
teman, tidak kenal siapapun dan tentu saja aku bebas sendirian. Aku tidak perlu
berpura-pura menjadi siapapun atau melakukan basa-basi ga penting untuk memulai
obrolan. Aku berdiri di atas atap melihat hamparan lampangan di bawah yang
dipenuhi para siswa sedang istirahat. Ketika aku memejamkan mata, aku mendengar
ada petikan gitar dan lagu yang tidak terdengar liriknya dengan jelas. Aku
mulai menikmatinya tetapi aku merasa lagunya tidak asing bagiku seperti alunan
gitar yang kudengar di jembatan waktu itu. Aku mulai mencari-cari dari mana
asal suara itu di sekitar atap.
“jadii……kamu
yang selama ini nyanyi lagu ini?” kataku membuat terkejut cowok yang seketika
berhenti memainkan gitarnya
“Woooiiiii…elu
bikin kaget gue aja, Assalamualaikum kek kalau mau kagetin orang” katanya yang
kaget dengan suaraku
“Assalamualaikum….jadi,
kamu yang selama ini memainkan lagu ini” ucapku membalas ucapannya
“gilaaa
yaaa…. Udah telat kalau bilang sekarang..bikin kaget aja, ini jantung gue jadi
deg-deg-an lihat elu bukan karena terpesona tapi mau mati rasanya” celotehnya
yang masih tidak terima aku kagetin
“maaf…aku
gatau kalau bikin kamu kaget” ucapku pelan meredam amarahnya yang kemudian dia
berlalu pergi. Aku berusaha untuk menghentikannya karena aku masih penasaran
apa benar dia yang menyanyi di jembatan waktu itu tetapi dia langsung pergi
meninggalkan atap. Aku pulang ditemani Yuna yang dari tadi berisik ingin pulang
bareng. Aku sangat risih berada di dekatnya yang ga pernah berhenti bicara
membuat telingaku panas saja. Tetapi aku heran bagaimana dia bisa bertahan aku
cuekin seperti ini. Yuna bilang kalau Takeru itu pemain basket yang ga hanya
cakep tapi juga pinter dibidang akademis. Aku langsung berpikir betapa
sempurnanya dia.
“tapi
sayang…kelakuannya berkebalikan sama prestasinya. Dia mungkin pinter segalanya
tapi kalau masalah teman dia tuh kosooong, Cuma gua dan Andra yang betah
temenan sama dia” celoteh Yuna yang bahkan menceritakan tentang Andra yang aku
sendiri belum kenal siapa dia
“oooh
iyaa.. kamu belum kenal Andra kan, dia itu temannya Takeru sejak kecil tapi
sekarang lagi lomba sains di Jepang mungkin minggu depan dia bakalan balik”
lanjutnya menceritakan betapa bangganya dia sama Andra
“sepertinya
kamu punya teman-teman yang sempurna….tapi kamu kok beda sendiri” kataku menyindir
Yuna yang selalu mendapat nilai kecil di kelas
“aaahhhh
soal itu sih namanya juga hidup harus seimbang” ucapnya yang sambil tertawa
“apa
Takeru bisa main gitar?” tanyaku masih penasaran dengan orang yang nyanyi di
jembatan
“hmmm…..sepertinyaaa…tapi
aku belum pernah melihat dia main cuma seirng bawa aja” balasnya yang kemudian
berjalan di depanku. Aku justru bagaimana bisa Yuna teman dekatnya Takeru
sedangkan dia gatau Takeru sama sekali yang aku lihat cuma pertengkaran mereka
saja setiap bertemu. Aku rasa Yuna orang seperti Yuna adalah orang yang paling lemah
yang pernah aku temui bukan karena dia payah dalam berbagai hal tapi karena dia
selalu berusaha mendekati orang agar dia tidak merasa kesepian.
Aku
berjalan pulang sendiri karena rumah Yuna sebenarnya dekat dengan sekolah tapi
entahlah dia selalu mondar-mandir kemana-mana sebelum sampai rumah. Katanya sih
kalau sudah sampai kandang (rumah) tuannya (orang tuanya) sulit untuk keluar
kandang lagi. Kadang aku heran sendiri rasa kasihanku pada Yuna tidak hanya
karena dia lemah tapi juga sangat lemah menghadapi kedua orang tuanya. Aku tidak
tahu bagaiman reaksi Yuna ketika dia tahu betapa bencinya aku kepada Ayahku
sendiri sedangkan dia selalu membanggakan Ayahnya meskipun sangat strict padanya.
Sebenarnya
aku tidak terlalu membenci Papa karena dia selingkuh dari Mama. Karena semakin
aku dewasa aku sadar Papa juga sama menderitanya selama ini. Aku cuma sedih
ketika Papa tidak membiarkan salah dari kami mundur, Papa terlalu serakah ingin
memiliki dua istri sementara dia tidak bisa berlaku adil. Sejak Mama tahu bahwa
Papa punya istri lain, Mama ingin keluar dari rumah tapi Papa selalu
menahannya.
“Maaahh….aku
pulang” kataku sesampainya di rumah. Aku mencari keberadaan Mama di dapur
tempat biasanya dia akan menunggu sambil menyiapkan makanan untukku. Tetapi kali
ini aku tidak melihat keberadaannya, ahhh aku pikir dia sedan menonton televisi
di ruang tamu. Aku sangat tahu Mama selalu menonton acara masak TV Luar. Aku bahkan
ingat bagaimana Mama pernah menonton sambil mempraktekkannya dan tentu saja
hanya berakhir gosong. Dulu Mama ingin memasak makanan barat karena Papa pernah
memuji Istri Mudanya yang memasak
makanan barat.
Tapi
apa yang aku lihat di ruang tamu seorang pria yang pernah aku kenal dan ingin
aku lupakan. Dia bersama seorang wanita yang sekarang sudah memiliki keriput
dan 2 anak yang beranjak remaja. Jujur saja hancur hatiku melihatnya aku ingin
sekali memutar waktu untuk menerima tawaran Yuna mampir ke rumahnya atau ikut
dia jalan-jalan. Mama duduk diantara kedua anak yang sudah beranjak dewasa lalu
mereka memanggilku kakak. Sejak kapan aku punya adik yang begitu akrab dengan
Mamaku. Aku sepertinya cemburu Mama mampu berdamai dengan masa lalu sedangkan
aku masih berkutat dengan masa lalu.
“aku
mau keluar dulu, ada barangku ketinggalan di rumah temanku” kataku mencoba
menahan amarah yang sudah mengalir deras
“kamu
gamau duduk dan memberi salam Papamu dulu Kana?? Ini kedua adikmu juga sudah
menunggumu katanya mereka kangen sama kamu lama ga ketemu. Tante Rena juga bawain
kamu oleh-oleh dari Jepang” terang Mama yang aku tahu mencoba untuk menahanku
pergi. Persetan dengan mereka aku tidak butuh Papa, adik atau oleh-oleh dari
mereka batinku yang tak mampu kuungkapkan lewat kata-kata. Aku tidak menjawab
ucapan Mama dan hanya langsung meninggalkan mereka di ruang tamu, rasanya aku
sudah sesak nafas terlalu lama berada disana.
Aku
berjalan ke jembatan yang sering aku lewati pulang sekolah, entah perasaanku
atau apa ada seseorang yang mengikutiku. Ku teruskan jalan lalu duduk disalah
satu kursi berwarna cokelat kusam yanga ku rasa sudah lama jauh dari kata
pemelirahaan sama pemerintah. Kemudian ada seorang pria duduk disampingkan yang
ku kenal.
“kamu
senang tinggal di Jogja” ucapnya yang membuatku menatap matanya, jujur aku
sangat merindukan senyumannya ini.
“dulu
aku dan Mamamu sering berlibur kesini, kamu pernah memikirkan untuk tinggal
disini bersama kamu…iya kita bertiga” katanya yang hanya kudiamkan sambil
menundukkan kepala
“Maaf….
Papa yang salah, Papa tidak akan menjelaskan kenapa dan bagaimana. Semua salah
Papa, kalau saja waktu itu Papa tidak serakah pada dunia kita bertiga akan
bahagia” katanya yang membuatku tersentak
“Tentu
saja Papa sekarang bahagia, Papa tidak akan mengganggu dengan ini dan itu. Kamu
sudah dewasa, Papa hanya ingin mengatakan kalau semua salah Papa dan Papa tidak
akan memintamu untuk memaafkan Papa” jelasnya yang membuatku tidak tahu harus
berkata apalagi. Sejujurnya aku sudah memaafkan Papa, seperti yang aku bilang
kalau aku sadar kesalahan tidak sepenuhnya milik Papa tetapi aku belum bisa
melupakan masa lalu yang terus menghantuiku. Papa yang dulu membentak Mama atau
Istrinya yang menururku sok baik padaku. Tetapi aku juga sadar aku tidak bisa
selamanya seperti ini setidaknya aku memberi kesempatan kepada Papa, sudah
bertahun-tahun aku dendam kepada masa lalu. Kali ini Papa dengan jantan
mengakui kesalahannya aku yang harus memutuskan memberinya kesempatan lagi atau
tidak.
“aku
tidak tahu…. Tapi terima kasih sudah bicara padaku” kataku yang sejujurnya
ingin sekali aku berterima kasih dan memeluk Papa karena sudah menjelaskannya
padaku. Mungkin ini terlalu gampang aku menyelesaikan masalah tetapi kalau aku
tidak mencobanya sekarang entah kapan hubunganku dengan Papa akan membaik. Aku sudah
menolak segala aksesnya untuk berbaikan padaku mulai dari tidak mengangkat
teleponnya, undangan makannya atau bahkan ajakannya untuk berlibur bersama. Setelah
aku mengeluarkan kalimat pertamaku Papa langsung datang dan tersenyum padaku
kalau dia sangat senang aku sudah tumbuh dewasa. Aku juga mengatakan kalau
mungkin aku sudah berbaikan dengan Papa tapi butuh waktu untuk menerima Istri
dan kedua anaknya kembali lagi dalam kehidupanku. Papa meninggalkanku sendirian
karena dia tahu masih belum nyaman kalau bertemu dengan istri dan kedua
anaknya.
“kamu
ga nangis??” ucap seseorang yang tiba-tiba muncul dari balik semak-semak
“HAAAA???
Kamu ngapain disini?” tanyaku yang kaget melihat Takeru membawa gitar berwarna
cokelat yang ditempeli stiker ONE OK ROCK bang favoritku
“ga
sengaja nguping” katanya singkat sambil memandangi gitarnya yang tidak dia
mainkan
“Apaaaa????
Kamu denger semua pembicaraan tadi? Kamu denger apa saja tadi? Dasaaarrr…”
kataku yang membuatku males melihat Takeru yang sedang mulai memainkan music yang
biasa aku dengarkan setiap berada di jembatan. Yaaa…pertanyaanku sekarang sudah
terjawab ternyata selama ini yang menyanyi dan bermain gitar adalah Takeru. Aku
sangat mengaguminya tetapi setelah yang menyanyi adalah Takeru niatku ingin
memujinya berkurang dratis. Sepertinya dia tidak peduli menguping pembicaraan
orang lain buktinya dengan asik dia bernyanyi dan memainkan gitarnya. Betapa menyebalkannya
dia menyanyikan lagu yang teramat aku sukai , astaga rasanya aku ingin memukul
kepalanya. Aku gatau otak Takeru terbuat dari apa, sepertinya dia juga lupa
kalau pernah merusakkan sepeda sampai aku ga bisa memakainya lagi dan sekarang
menguping pembicaraanku dengan Papa.
I'm
telling you
I
softly whisper
Tonight
tonight
You
are my angel
Aishiteru
yo
Futari
wa hitotsu ni
Tonight
tonight
I
just say…
Wherever
you are, I'll always make you smile
Wherever
you are, I'm always by your sidea
Whatever
you say, kimi wo omou kimochi
I
promise you "forever" right now
I
don't need a reason
I
just want you baby
Alright
alright
Day
after day
“Aku suka kamu” katanya setelah menyanyikan
lagu yang aku sukaiyang tentu saja membuatkun terkejut. Oke sepertinya otak
Takeru habis kejedot pintu kamar mandi lalu nabrak ibu-ibu bawa motor yang
membuatnya jadi eror begini. Kalaupun dia mau menyatakan cinta kepadaku kenapa
harus mendadak begini, sepertinya otakku juga eror karena berharap padanya. Meskipun
aku jarang bicara padanya tapi aku akui memang kagum padanya tapi sepertinya
sebatas itu saja perasaanku. Sekarang dia bilang suka padaku aku harus gimana.
No comments:
Post a Comment